Maret 09, 2012

sepotong bulan

13 July 2010

“Hey!! apa yang kau lakukan diatas sana adik kecil?” kata sebuah suara dari bawah sebatang pohon besar. Ia menengadah, melihat seorang bocah kecil berpakaian putih berdiri di atas genteng rumahnya, bertelanjang kaki.
Bocah kecil itu berjalan setapak demi setapak, merentang kedua tangannya kesamping kiri kanannya, berusaha untuk tetap seimbang.

“Ayo turun.. dingin sekali di atas sana, angin bisa saja tiba-tiba bertiup kencang, dan kau bisa jatuh...” katanya lagi, berusaha membujuk bocah tadi untuk turun.
“Tapi aku ingin mengambil bulan itu, ia membuat mataku sakit, tipa kali aku memandang ke luar jendela unutk memperhatikan bintang-bintang...” katanya polos, sambil memjulurkan tagannya kearah bulan yang sedang bersinar, bulat sempurna.

Semuanya terjadi begitu cepat, ketika tiba-tiba gadis itu ternganga mendapati bahwa bocah itu menggenggam sesuatu yang bulat sepeti bola, bersinar putih di kedua tangannya.
Ekspresi bocah itu datar. Tak ada rasa takjub, tak adsa rasa takut, yang ada hanya kehampaan.

Sementara itu langit malan yang tadinya cerah berhiaskan bulan dan bertebaran bintang, mulai memudar, seiringan dengan memudarnya cahaya dari bulatan putih di tangan bocah tadi.
Si gadis masih ternganga, menyaksikan bocah kecil itu dengan rakusnya melelan gigitan demi gigitan bulatan tadi, hinga tak bersisa dari genggamannya. dan seketika cahayanya sirna sama sekali.
***
Semenjak saat itu malam menjadi saat-saat terkelam, menjadi saat-saat tersunyi, tersepi, terbisu dan terpucat, danmenimbulkan beribu-ribu tanya namun seirama.

“Mengapa malam begitu kelam, Bu” tanya salah satu bocah.
“Hmm... Mungkin karena sesuatu yang menyinarinya masih terlelap di sini” jawab wanita yang duduk di sampingnya seraya menunjuk dada anaknya.
***
Malam ini menjadi malam yang sangat berbeda, ketika malam menjadi sangat kelam, ketika malam menjadi sangat sunyi, ketika malam menjadi sangat pucat. Ditambah dengan derai hujan yang berjatuhan dan mengalunkan nada dari atap rumah.
Kehebohan memang tak tampak, karena penduduk kota kecil ini lebih memilih menutup pintu dan jendela rumah mereka, berbaring di depan perapian, bergelung dengan selimut tebal, dibanding keluar ditengah hujan yang seminggu ini turun tanpa henti.

Namun disudut kamar di sebuah rumah, seorang gadis belasan tahun sedang sibuk dengan kertas kertas di atas meja belajarnya, merasa ada yang mengganjal, merasa ada yang salah. Sebuah suara menginterupsi pikirannya. Salah seorang penghuni rumah itu berkata,
“di luar gelap sekali” katanya setelah terdengar bunyi seseorang menyibak gorden jendela.
“iya, ya” sahut salah seorang lagi “padahal semalam masih terang benderang, sampai sampai aku bisa melihat warna matamu dengan jelas” tambahnya.

Merasa tertarik dengan pembicaraan yang terjadi di lantai bawah itu, si gadis beranjak dari mejanya, dengan perlahan dan ragu ia menyibakkan sedikit gorden jendelanya. Dan Ya! di luar sangat kelam, tak ada satu bendapun yang dapat dilihatnya, padahal sekarang baru pukul 7. Tidak biasanya malam sekelam ini.

Tiba-tiba ia ternganga lagi, ingat akan hal yang dialaminya dua malam yang lalu. Seseorang, bocah lelaki yang tidak dikenalinya, memakan bulan!! Teriak hatinya membuat kesimpulan. namun segera ditepisnya, “tidak mungkin, mana ada hal yang seperti itu, pasti awan yang menghalangi bulan malam ini. Ya!! hanya awan!! Pasti besok malam tidak akan kelam”

Dan senja di hari kedua datang, membawa rembesan-rembesan kelam malam, dan tetap diserta hujan. Cahaya lampu pun mulai berpendar dari jendela-jendela rumah penduduk kota itu, begitu juga dengan rumah gadis yang mengintip dari jendelanya semalam. Makan malampun telah dihidangkan, si gadis dan keluarga kecilnya itupun menyantapnya dengan lahap. Tak ada percakapan hingga ia selesai dengan makanannya. Dengan iseng ia berjalan menuju jendela besar di ruang keluarganya itu, dan menyingakp gordennya sedikit. lagi, di luar sangat kelam.

“Masih kelamm, di luar sana” katanya spontan.
“Hah?? masih kelam?” tanya seorang gadis yang lebih kecil darinya yang masih belum selesai dengan makanannya.
“Iya” jawabnya lagi
“Ada sesuatu yang tidak beres dengan ini semua. Dewan Pwngatur Kota masih membicarakannya, maksudku, memikirkan masalah ini” terdengar suara berat seorang lelaki, kepala keluarga itu, yang sedang sibuk dengan mesin faxnya.
“Mudah-mudahan begitu, malam yang kelam itu mengerikan dan membahayaan” sambung seorang wanita paruh baya yang sibuk bergulat dengan benda benda di dapur kesayangannya.

Gadis itupun beranjak ke selusur tangga yang ada di dapur, menapai jenjang demi jenjangnya. Menuju kamarnya, membuka pintunya, tanpa menghidupkan lampu ia mencoba berjalan ke arah jendela, meraba-raba sekitarnya agar tidak terjatuh, dan ia berhasil. ia membuka gordennya sedikit, ia duduk di bernda itu. Dalam keadaan kamar yang gelap itu, ia memandangi keadaan di luar kamarnya yang kelam. berpikir, dan menunggu agar matanya terbiasa dengan kekelaman. Ia berharap daapt melihat sesuatu di langit sana, berharap melihat sesuatu yang selama ini membuat matanya sakit ketika memandangi bintang-bintang.